Ketua Program Studi PGMI STAIN Madina menjadi Presenter di Philiphine
- Kategori : Prestasi
- Dibaca : 347 Kali
Manila, Filipina – Suasana intelektual yang penuh semangat mewarnai pelaksanaan 8th International Conference of the International Council for Historical and Cultural Cooperation – Southeast Asia (ICHCC-SEA) yang diselenggarakan bersamaan dengan 2025 Philippine Historical Association (PHA) Annual Conference. Kegiatan bergengsi ini berlangsung pada 18–20 September 2025 di National Library of the Philippines dan National Historical Commission of the Philippines, Manila.
Konferensi internasional ini mengusung tema besar “Research and Teaching Southeast Asian Histories in the Face of New Historiographies”, yang berfokus pada tantangan dan inovasi dalam penelitian serta pengajaran sejarah Asia Tenggara di tengah perubahan paradigma historiografi global. Para sejarawan, akademisi, pendidik, dan peneliti dari berbagai negara di kawasan Asia Tenggara hadir untuk berbagi hasil penelitian, pandangan kritis, serta pendekatan metodologis baru dalam memahami sejarah kawasan ini.
Kegiatan tersebut menjadi wadah penting untuk mempertemukan para peneliti lintas negara yang memiliki kepedulian terhadap pelestarian sejarah dan kebudayaan Asia Tenggara. Selama tiga hari pelaksanaan, berbagai sesi paralel dan panel diskusi diadakan dengan beragam topik yang mencakup kolonialisme, nasionalisme, pendidikan sejarah, identitas budaya, serta dinamika politik dan sosial di kawasan.
Salah satu kontribusi penting dalam konferensi ini datang dari delegasi Indonesia Ibu Rahmi Seri Hanida, M.Pd. (STAIN Mandailing Natal) yang memaparkan riset bertajuk “Colonialism and National Struggle in Indonesian Elementary Textbooks: Framing History for Young Citizens under the Merdeka Kurikulum.”
Makalah ini mengulas secara mendalam bagaimana narasi kolonialisme dan perjuangan nasional Indonesia direpresentasikan dalam buku teks sekolah dasar di bawah Kurikulum Merdeka, sebuah kurikulum pendidikan terbaru yang diterapkan secara nasional. Penelitian ini menyoroti bagaimana sejarah diajarkan kepada generasi muda sebagai upaya membentuk kesadaran kebangsaan dan identitas nasional sejak dini.
Dalam presentasinya, peneliti menjelaskan bahwa pendekatan baru dalam Kurikulum Merdeka membuka ruang yang lebih luas bagi interpretasi kritis terhadap sejarah kolonial, dengan menempatkan siswa sebagai subjek aktif dalam memahami nilai-nilai perjuangan, kemerdekaan, dan kemanusiaan. Kajian ini tidak hanya menyoroti isi buku teks, tetapi juga menelaah peran guru dan lingkungan belajar dalam menanamkan pemahaman sejarah yang inklusif dan relevan dengan konteks global saat ini.
Partisipasi Indonesia dalam konferensi ini menunjukkan komitmen akademisi nasional dalam menghadirkan perspektif Nusantara di forum internasional, serta memperkuat kerja sama riset lintas negara di bidang sejarah dan pendidikan. Diskusi yang berkembang di antara peserta menegaskan pentingnya kolaborasi regional dalam menghadapi tantangan baru historiografi, termasuk bagaimana sejarah dapat diajarkan dengan cara yang lebih kritis, kontekstual, dan membangun kesadaran kolektif di kalangan pelajar Asia Tenggara.
Kegiatan ICHCC-SEA & PHA 2025 diakhiri dengan rekomendasi bersama untuk memperkuat jaringan penelitian sejarah Asia Tenggara, meningkatkan kualitas pengajaran sejarah di berbagai tingkat pendidikan, serta memperluas kolaborasi akademik antarlembaga. Melalui forum ini, diharapkan muncul semangat baru dalam memahami sejarah bukan hanya sebagai catatan masa lalu, melainkan sebagai fondasi pembentukan karakter dan identitas masyarakat Asia Tenggara di era modern.
Ayo Semangat STAIN Menuju IAIN (Tim HUMAS)