Kebijakan Murur: Pelayanan Jamaah Haji yang Prima
- Kategori : Kampus
- Dibaca : 748 Kali
Panyabungan - Senin, 17 Juni 2024. Haji tahun ini merupakan salah satu haji tersukses yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI yang dinahkodai langsung oleh Amirul Hajj Indonesia Gus Menteri Agama Yaqult Cholil Qaumas. Haji yang mengusung tagline: Haji Ramah Lensia ini membuktikan bahwa, komitmen peningkatan kualitas pelayanan kepada para duyufurrahman dapat dilakukan dengan kerja keras seluruh stake holder dan seluruh elemen petugas haji tahun 2024. Padahal jika dilihat dari segi kuota jamaah haji Indonesia, tahun 2024 ini merupakan jumlah jamaah haji terbesar dalam catatan sejarah perjalanan jamaah haji Indonesia yaitu sebesar 241.000 Jamaah, jamaah haji terbesar di dunia. Tekad Gus Menteri Agama bahwa pelayanan jamaah haji merupakan prioritas utama sehingga menyukseskannya merupakan amanah dan tanggung jawab yang diberikan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Tahun ini, jamaah haji juga mendapatkan layanan konsumsi penuh pada puncak pelaksanaan ibadah haji selama di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna). Konsumsi penuh sebanyak 15 kali ini telah memenuhi standar kesehatan dan gizi yang disediakan oleh pemerintah melalui penyedia catering di tanah suci ini di terima oleh seluruh Jamaah haji Indonesia ditambah dengan snack (makanan ringan) dan konsumsi pelengkap lainnya. Saat jamaah haji bertolak dari arafah menuju Muzdalifah dan mina misalnya, masing-masing jamaah menerima paket makanan ringan selain makanan berat juga sudah disiapkan dilokasi pelaksanaan ritual ibadah. Selain itu, paket konsumsi lainnya berupa teh, kopi, gula dan susu creemer juga disiapkan bahkan sampai batu krikil yang digunakan untuk melontar jamarat selama hari tarwiyah juga telah disediakan oleh petugas haji Indonesia di Arab Saudi.
Bagi jamaah haji lensia tahun ini juga tidak perlu merasa was-was dengan suksesi setiap ritual ibadah hajinya. Mereka tidak akan diabaikan, sebab seluruh petugas haji siap siaga untuk mendampingi. Kebaradaan fasilitas safari wuquf, fasilitas badal pelontaran jamarah, petugas medis dan layanan lainnya didedikasikan sepenuhnya untuk seluruh jamaah haji Indonesia terutama para jamaah lensia. Tahun ini, Kementerian Agama RI telah mengambil langkah yang tepat dalam menerapkan skema murur (lewat/ melintas) bagi jamaah haji lensia di Muzdalifah. Pelaksanaan mabit di Muzdalifah ini cukup dilakukan dari dalam Bis dengan hanya melintas saja kemudian bis tersebut melanjutkan perjalanan menuji Mina. Perlu diketahui bahwa, diantara tantangan terbesar bagi setiap jamaah haji adalah saat pelaksanaan mabit di Muzdalifah. Muzdalifah yang letaknya berada diantara Arafah dan Mina ini memiliki luas lahan yang terbatas dan fasilitas yang sekedarnya tentu tidak akan mampu menampung seluruh jamaah haji dari seluruh dunia dalam satu waktu, belum lagi tempat ini menjadi satu-satunya rute yang digunakan seluruh jamaah haji baik yang menaiki bis atau berjalan kaki dari Arafah menuju Mina.
Umumnya, Mabit di Muzdalifah dilakukan Ketika Jamaah haji selesai melaksanakan wuquf di Arafah pada tanggal 09 Dzulhijjah. Begitu matahari terbenam, seluruh jamaah haji akan bergerak dari Arafah menuju Muzdalifah untuk bermalam (mabit) disana sampai menjelang fajar tiba pada tanggal 10 Dzulhijjah. Terkait dengan berapa lama waktu yang harus dihabiskan saat mabit Muzdalifah ternyata para fukaha juga berselisih faham dalam menetapkan waktu. Ulama dari kalangan Mazhab Syafii dan hambali menyebutkan bahwa kadarnya separuh malam. Jamaah diizinkan untuk meninggalkan Muzdalifah jika separuh malam telah dihabiskan untuk mabit di Muzdalifah. Berbeda lagi dengan Mazhab Maliki, Mazhab Maliki berpendapat bahwa jamaah haji baru boleh diizinkan meninggalkan muzdalifah setelah shalat subuh atau setelah matahari terbit. Bahkan jika kita mencermati lebih jauh, tekstual dalil menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw mengizinkan adanya sahabat yang meninggalkan mabit di Muzdalifah karena alasan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa Agama Islam adalah agama rukhshah dan agama Rahmah utamanya dalam pelaksanaan haji.
Tahun ini, jumlah jamaah haji tidak kurang dari 2,5 juta jamaah dari seluruh dunia. Dalam waktu yang bersamaan ingin menuju satu tempat yang terbatas bernama Muzdalifah untuk mabit disana sehingga skema murur merupakan kebijakan yang paling tepat dalam penerapan kaedah fikih: Dar ul Mafashid Muqaddam ‘ala dzalbil mashalih (menolak kemudharathan lebih utama ketimbang memperoleh kemaslahatan) ataupun kaedah Adhararu Yuzal (Kemudharatan itu harus dihilangkan). Skema murur bagi jamaah lensia, sakit, wanita hamil, anak-anak, penyandang disabilitas sudah sangat tepat untuk dilakukan. Kementerian Agama dalam memberlakukan rukhsah skema murur ini telah melakukan kajian mendalam terkait ini sebagai bentuk fleksibilitas dalam memahami kondisi para jamaah haji Indonesa lensia yang jumlahnya tidak kurang dari 450.000 Jamaah.
Menilik lebih jauh, pemerintah Arab Saudi juga ternyata sudah memberlakukan beberapa ijtihad fiqhiyyah dalam memberikan rukhsah pelayaan terhadap pelaksanaan ritual ibadah haji maupun umrah. Dalam ibadah haji misalnya, keberadaan mina jadid (area perluasan mina baru) yang diperuntukkan untuk menampung jamaah haji yang setiap tahunnya bertambah, perluasan area pelontarah jamarat, perluasan area mathaf (tempat Thawaf) dan Saí, tersedianya kendaraan Listrik untuk thawaf dan saí di lantai atas Masjidil Haram serta rukhsah lainnya.
Dengan demikian, skema murur sudah sangat tepat dilakukan bagi jamaah haji Indonesia sebagai penerapan dari kaedah al-masyaqqatu tajlibu at-Taysir dalam memberikan pelayanan yang maksimal khususnya kepada jamaah haji lensia. Terimakasih dan salam hormat yang mendalam kepada seluruh petugas haji Indonesia yang langsung dipimpin oleh Gus Menteri Agama Cholil Yaqul Qaumas. Semoga seluruh Jamaah haji Indonesia mendapatkan haji yang mabrur.
10 Dzulhijjah 1445 H
Ketua STAIN Mandailing Natal
Prof. Dr. H. Sumper Mulia Harahap, M.Ag